Jakarta, Lintaskarawang.com – Pagar laut Tangerang yang membentang sepanjang hampir 30 km di pesisir utara Tangerang dan menghebohkan banyak pihak, sampai Presiden Prabowo Subianto memerintahkan pembongkaran ternyata sudah ada sejak tahun 2022.
Annisa Sutarno, aktifis lingkungan yang berdomisili di Jakarta menyikapi ramainya pagar laut ini dari perspektif yang berbeda. Menurut Annisa, setelah dilihat dari history citra satelit, ternyata pagar laut ini sudah terekam ada sejak tahun 2022. Dan tidak hanya pagar laut saja, tetapi juga petak-petak kapling di tengah laut yang ada di dalam pagar bambu tersebut juga terekam dalam citra satelit pada Agustus 2022.
Dari data citra satelit yang diserahkan kepada Lintas Karawang oleh Annisa Sutarno, diketahui pagar bambu ditengah laut itu berjarak sekitar 800-1000 meter dari bibir pantai dan memanjang sejak dari muara Kali Cisadane sepanjang kurang lebih 6 km. Dari citra satelit rekaman bulan Agustus 2022 juga tampak petak-petak di tengah laut seperti model petak-petak kapling.

“Ketika kita telusuri dari history rekaman citra satelit, sebenarnya tidak ada tambak di lokasi pagar laut tersebut. Kita telusuri history sejak tahun 1985. Tidak ada abrasi, justru malah sebaliknya, luas daratan semakin menjorok ke laut. Selain karena sedimentasi dari Cisadaene, juga karena ada upaya reklamasi. Yang terdata dari citra satelit sejak tahun 2018.” Tutur Annisa yang juga merupakan anggota Sanggabuana Wildlife Ranger.
Annisa melihat pembuatan pagar laut dan pembangunan kawasan PIK 2 ini dari perspektif lain. Menurut Annisa yang bolak-balik ke Suaka Margasatwa Pulau Rambut untuk mengabadikan jenis-jenis burung air, pembangunan area PIK 2 dan pembuatan pagar laut ini mengganggu ekosistem di Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Sejak 2018, ketika ke Pulau Rambut, alat-alat berat sudah mulai menggusur kawasan lahan rawa basah di area Tanjung Pasir yang merupakan area burung-burung air di Pulau Rambut mencari makan.
“Setiap tahun ketika ke Pulau Rambut, dari 2018, alat-alat berat dan truk besar mulai menghabiskan area lahan basah di sekitaran Tanjung Pasir dan di sekitaran muara Kali Cisadane. Padahal itu merupakan tempat penghuni Pulau Rambut mencari makan. Sekarang area mereka mencari makan sudah habis karena pembangunan PIK 2 jadi populasi burung-burung air di Pulau Rambut berkurang drastis.” Jelas Annisa.
Di kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut, setidaknya ada 51 jenis/spesies burung yang terdiri dari 22 jenis burung air dan 39 jenis burung terestrial atau burung darat. Pada bulan Januari-Februari, beberapa jenis burung migrasi berkembangbiak di Pulau Rambut. Salah satunya adalah jenis Bangau Bluwok (Mycteria cinerea) yang merupakan burung terancam punah dan masuk dalam IUCN Red List dengan status Endagered (EN). Bangau Bluwok juga merupakan burung dilindungi sesuai dengan Permen 106/2018, dan masuk dalam kategori Appendiks 1 CITES.
Menurut Annisa, jika burung-burung dan satwa lainnya di Suaka Margasatwa Muara Angke sudah terkurung oleh PIK 1, di Pulau Rambut sekarang juga terancam oleh PIK 2, karena lahan basahnya digusur. Ketika Muara Angke sudah penuh bangunan, dulu burung-burung di Muara Angke mencari makan di sekitar lahan basah Tanjung Pasir dan sepanjang Muara Kali Cisadane juga. Jadi proyek PIK 2 ini, tidak hanya menyusahkan nelayan dan menggusur beberapa kelompok masyarakat di sekitaran Tanjung Pasir dan muara Kali Angke, tetapi juga mengganggu ekosistem di Suaka Margasatwa Pulau Rambut.
“Jarak Suaka Margasatwa Pulau Rambut hanya 4 km dari Tanjung Pasir, dan sekitar 6 km dari muara Kali Angke dan lahan basah di Teluknaga yang sekarang sudah menjadi area PIK 2. Pembangunan ini jika dibiarkan secara brutal, tidak hanya menghilangkan area lahan basah saja, tetapi nanti polusinya, termasuk polusi suara dan polusi cahaya dari PIK 2 akan berperan mengusir burung-burung di kawasan Pulau Rambut.” Tutup Annisa
Suaka Margasatwa Pulau Rambut adalah kawasan konservasi seluas 90 hektar yang terdiri dari 45 hektar daratan dan 45 hektar area laut. Sebagai kawasan konservasi, Pulau Rambut menjadi habitat banyak satwa, dan menjadi kawasan wisata terbatas untuk pendidikan dan penelitian. Pulau Rambut ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa oleh Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan Surat Keputusan Nomor : 275/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 seluas ± 90 Ha. Jauh sebelumnya, Pulau Rambut sudah ditetapkan sebagai Cagar Alam oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1937. (LK)