Polemik Kepengurusan Masjid Agung: Proses Penetapan Diduga Tidak Sesuai Regulasi

Sumber foto Ig Karawang info
Sumber foto Ig Karawang info
banner 468x60

Karawang, Lintaskarawang.com – 26 Januari 2025. Polemik terkait kepengurusan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Agung kembali mencuat setelah adanya keputusan yang dinilai tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku. Sejumlah pihak menyoroti bahwa kepengurusan yang ditetapkan tidak melibatkan Pemerintah Daerah (Pemda) sebagaimana mestinya, serta terdapat indikasi prosedur yang tidak sesuai dengan standar idarah masjid agung.

Masjid Agung, sesuai dengan ketentuan, merupakan masjid utama di ibu kota pemerintahan kabupaten/kota yang ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota atas rekomendasi Kepala Kantor Kementerian Agama setempat. Selain sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial masyarakat, Masjid Agung juga menjadi rujukan serta pembina bagi masjid-masjid lain di wilayahnya. Oleh karena itu, kepengurusannya harus memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Salah satu permasalahan yang menjadi sorotan adalah status formatur yang telah diputuskan. Seharusnya, setelah keputusan formatur ditetapkan, individu yang tidak lagi memiliki kewenangan, seperti Ajam, tidak berhak mengambil keputusan dalam kepengurusan DKM. Namun, hingga saat ini masih ditemukan ketidakjelasan mengenai status kepemimpinan yang sah.

Kejanggalan lainnya adalah penggunaan stempel Ikatan Remaja Masjid (IRM) dalam dokumen resmi kepengurusan. Padahal, IRM bukanlah badan yang memiliki otoritas dalam pengelolaan DKM Masjid Agung. Hal ini memunculkan dugaan bahwa ada upaya untuk mengesampingkan aturan yang seharusnya berlaku dalam penetapan kepengurusan.

Lebih jauh, landasan hukum yang digunakan dalam pengambilan keputusan ini dinilai tidak berbasis regulasi yang jelas. Bahkan, keputusan yang dibuat dianggap mereduksi kebijakan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, yang seharusnya menjadi acuan dalam pengelolaan masjid-masjid besar di daerah.

Yang lebih mengkhawatirkan, posisi Pemerintah Daerah dalam proses pemilihan kepengurusan DKM Masjid Agung tampaknya dikesampingkan. Padahal, sesuai aturan, pemilihan kepengurusan harus melibatkan Pemda, dan pengangkatan Ketua DKM Masjid Agung harus melalui keputusan Bupati atau Wali Kota. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa kepengurusan masjid dijalankan oleh pihak yang kompeten dan memiliki legitimasi hukum.

Situasi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan jamaah Masjid Agung. Banyak yang mempertanyakan mengapa prosedur yang seharusnya transparan dan sesuai aturan justru diabaikan. Jika tidak segera diselesaikan, polemik ini berpotensi menimbulkan konflik berkepanjangan yang dapat mengganggu aktivitas keagamaan di Masjid Agung.

Masyarakat dan berbagai pihak kini mendesak agar Pemerintah Daerah dan Kementerian Agama segera turun tangan untuk memastikan bahwa kepengurusan DKM Masjid Agung dibentuk sesuai dengan aturan yang berlaku. Langkah ini penting untuk menjaga marwah Masjid Agung sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial yang ideal di Kabupaten/Kota. (LK)

Sumber: Asep Kurniawan, SH

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *