Karawang, Lintaskarawang.com – Sebuah perselisihan antara dua kepala desa di Karawang menjadi perbincangan hangat setelah saling berbalas pernyataan di media sosial. Perbedaan pandangan politik di antara keduanya berujung pada ajakan duel yang memicu polemik. Namun, yang menjadi sorotan utama adalah penyertaan foto salah satu kepala desa dengan tulisan “Wanted” dalam sebuah pemberitaan media.
Menurut Nurdin Syam, yang akrab disapa Mr. KiM, penggunaan istilah “Wanted” terhadap salah satu kepala desa tersebut merupakan tindakan yang tidak tepat dan berpotensi melanggar hukum. “Penyertaan foto dengan tulisan ‘Wanted’ jelas tidak sesuai dengan kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH). Istilah itu seharusnya digunakan untuk orang yang terlibat dalam tindak kriminal atau kejahatan luar biasa, bukan untuk perselisihan seperti ini,” tegasnya, Sabtu (30/11).
Dasar Hukum
Mr. KiM menjelaskan, penyertaan foto dengan tulisan seperti itu dapat dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) tentang penghinaan dan pencemaran nama baik. Selain itu, Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP juga melarang tindakan yang merusak kehormatan seseorang secara tidak sah.
“Mengategorikan seseorang sebagai ‘Wanted’ tanpa dasar hukum yang jelas dapat dianggap merendahkan martabatnya. Apalagi jika dilakukan oleh pihak yang tidak memiliki kewenangan hukum,” tambahnya.
Ajakan Duel di Media Sosial
Lebih jauh, ajakan duel yang dilakukan oleh kedua kepala desa ini juga dinilai tidak mencerminkan sikap sebagai pemimpin masyarakat. Menurut aturan dalam UU Desa No. 6 Tahun 2014, kepala desa memiliki tanggung jawab untuk menjaga keharmonisan dan ketertiban di wilayahnya, bukan memicu konflik yang berpotensi menimbulkan keresahan.
Imbauan Penyelesaian
Mr. KiM mengimbau kedua belah pihak untuk segera menyelesaikan perbedaan ini melalui jalur musyawarah. “Karawang adalah daerah yang menjunjung tinggi nilai budaya dan kekeluargaan. Perselisihan ini seharusnya bisa diselesaikan dengan dialog, bukan melalui aksi yang memperburuk suasana,” ujarnya.
Polemik ini menjadi pengingat bagi masyarakat dan pemimpin lokal untuk lebih berhati-hati dalam bersikap dan berkomunikasi di media sosial, mengingat dampak hukum dan sosial yang dapat ditimbulkan.
“Hukum harus menjadi panglima, bukan emosi,” tutup Mr. KiM. (Red)