Karawang, Lintaskarawang.com – 18 Februari 2024. Berkali-kali didemo oleh masyarakat karena melakukan penambangan batu andesit di Gunung Sinalanggeng, Kecamatan Tegalwaru, Karawang, PT Atlasindo Utama berhenti melakukan aktivitasnya di salah satu gunung di jajaran Pegunungan Sanggabuana. Namun pada Januari lalu, di lokasi penambangan Atlasindo di Gunung Sinalanggeng tampak aktifitas pekerja yang mulai melakukan perawatan alat-alat beratnya yang selama ini mangkrak.
Atlasindo Utama, dari informasi yang diterima Lintas Karawang mulai beroperasi di Gunung Sinalanggeng pada tahun 2006. Atlasindo melakukan penggalian dan peledakan batu andesit menggunakan bahan peledak di lokasi seluas 20 hektar. Sekitar 4 hektar lahan eksplorasi Atlasindo ini menurut keterangan adalah lahan hak milik pribadi, sedangkan 13,4 hektar sisanya adalah lahan Perum Perhutani yang dikelola Atlasindo lewat Izin Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (IPPKH).
Namun pada 13 Agustus 2022 Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menolak perpanjangan IPPKH Atlasindo di Gunung Sinalanggeng dengan alasan diduga PT Atlasindo melakukan pidana lingkungan hidup yaitu melakukan perusakan lingkungan di kawasan hutan produksi dan tidak memiliki perizinan berupa persetujuan di dua lokasi plan cruisher.
Lebih lanjut dalam dokumen dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK yang diterima redaksi Lintas Karawang, PT Atlasindo Utama diduga juga melanggar ketetuan pidana Kehutanan dengan menggunakan kawasan hutan secara tidak sah di area main crusher. Atlasindo diduga melanggar Pasal 78 ayat (2) UU No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan yang ancaman pidananya Rp 7,5 Milyar.
Sebelumnya pada tahun 2018 izin Atlasindo juga pernah dibekukan oleh DLHK Karawang karena terjadi ketidaksesuaian operasi di lapangan. Kepala Dinas LHK pada waktu itu mengatakan bahwa dokumen lingkungan Atlasindo pada 2006 adalah hanya untuk pertambangan, tetapi di lapangan Atlasindo juga melakukan produksi batu split.
Setelah dibekukan dan tetap nekat beroperasi, Atlasindo Utama kerap mendapat penolakan dari masyarakat di Karawang. Penolakan masyarakat ini tidak hanya terjadi di lokasi penambangan dengan menutup akses keluar-masuk sarana transportasi mereka, tetapi juga terjadi demo di DPRD Karawang sampai ke Pendopo Bupati.
Pada 21 September 2021 setelah diterpa banyak demo, juga sidak dari Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, H. Dedi Mulyadi, Balai Penegakan Hukum (Gakkum) wilayah Jabalnusra KLHK melakukan pembekuan kegiatan PT Atlasindo di Gunung Sinalanggeng.
Tidak menyerah, pada saat Hari Santri Nasional tanggal 22 Oktober 2022 yang dilakukan di Desa Cintalanggeng, jajaran elit PT Atlasindo Utama mendompleng kegiatan Hari Santri Nasional ini dengan melakukan sosialisasi kepada masayrakat atas rencana Atlasindo untuk kembali beroperasi melakukan penambangan di Gunung Sinalanggeng. Pada waktu sosialisasi hadir H. Imam Sugianto yang mewakili Atlasindo sebagai Direktur Operasional. Diketahui Imam Sugiarto adalah juga CEO PT Kertagama Nuswantor0 Group dan juga Ketua DPC Nahdlatul Ulama (NU) di Kota Bekasi. Mendapat penolakan lagi dari masyarakat, Atlasindo gagal menambang di Sinalanggeng.
Setalah lama tidak terdengar suaranya, Pada 24 Januari 2024 ini beredar video para pekerja PT Atlasindi Utama di Gunung Sinalanggeng mulai melakukan perawatan alat-alat beratnya yang selama ini mangkrak. Masyarakat yang melihat kegiatan ini pun resah dan mulai menduga Atlasindo akan kembali melakukan kegiatan penambangan di Gunung Sinalanggeng. Namun kabar mengejutkan justru datang dari Jakarta, dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, redaksi Lintas Karawang mendapati PT Atlasindo Utama digugat oleh PT Kertagama Nuswantoro Group atas dugaan wanprestasi. Nilai gugatan yang tercantum dalam SIPP adalah 1,093 Milyar. Yang menarik, CEO PT Kertagama Nuswantoro Group adalah Imam Sugiarto yang waktu itu juga menjabat sebagai Direktur Operasional PT Atlasindo Utama. Sidang pertama gugatan ke Atlasindo ini sudah dilaksanakan pada tanggal 5 Februari 2024.
Dengan penolakan IPPKH oleh Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK, dan juga gugatan dari PT Kertagama Nuswantoro Group ini, bagaimana nasib PT Atlasindo Utama di Gunung Sinalanggeng? Akankah Atlasindo tetap menambang atau hengkang?