Karawang, Lintaskarawang.com – Kemajuan teknologi yang pesat telah mengubah cara informasi menyebar, terkadang melampaui batas nalar manusia. Namun, apakah kecepatan informasi harus mengorbankan kebijakan yang matang? Asep Mahdum Rowi, SE, mengkritik gaya kepemimpinan yang lebih aktif di media sosial dibanding mencari solusi nyata bagi masyarakat.
Menurutnya, seorang pemimpin, khususnya gubernur, harus mempertimbangkan banyak aspek sebelum mengunggah sesuatu ke platform digital seperti YouTube, Facebook, atau Instagram. “Mengelola pemerintahan bukan sekadar mengejar viralitas, terutama jika menyangkut kebijakan yang berdampak luas bagi masyarakat,” ujarnya pada Kamis (3/4/2025).
Asep menekankan bahwa masyarakat Jawa Barat memiliki keberagaman budaya, bahasa, dan pola pikir. Oleh karena itu, penyampaian kebijakan harus melibatkan unsur pemerintah terkait agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di lapisan masyarakat bawah. “Jangan mentang-mentang gubernur, lalu langsung unggah kebijakan di media sosial. Itu bisa memicu kegaduhan,” tegasnya.
Sebagai aparatur negara, lanjutnya, setiap pernyataan gubernur memiliki bobot kebijakan yang besar. Membuka segala hal di media sosial tanpa melalui mekanisme yang tepat dapat menimbulkan kesan bahwa gubernur lebih mementingkan citra pribadi dibanding efektivitas kebijakan. “Memangnya Anda gubernur medsos?” sindirnya.
Asep juga mengingatkan bahwa Indonesia memiliki berbagai institusi pemerintahan yang relevan dalam perumusan kebijakan. Para pejabat dengan latar belakang disiplin ilmu yang berbeda-beda telah ditempatkan sesuai keahliannya. “Apakah mereka bisu, buta, atau lumpuh? Seharusnya seorang gubernur mengajak mereka berdiskusi, sekadar ngopi bareng untuk membahas kebijakan, bukan malah sibuk di media sosial seperti YouTuber,” tambahnya.
Menurutnya, kepemimpinan yang baik bukan hanya soal eksistensi di media sosial, tetapi tentang bagaimana kebijakan diterapkan dengan efektif dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat. “Negeri ini bukan Konoha, di mana pemimpinnya bertindak sesuka hati tanpa memikirkan dampak sosial. Kepemimpinan sejati adalah tentang solusi, bukan sensasi,” pungkasnya. (LK)