Membedah Bukti Pelanggaran RI 36 Milik Raffi Ahmad: Perspektif Ferry Irwandi

Lintaskarawang.com – Ferry Irwandi, seorang pembuat konten sekaligus pemerhati isu sosial, membahas secara mendalam kasus yang melibatkan mobil berplat nomor RI 36 milik Raffi Ahmad. Dalam videonya, Ferry menguraikan detail kejadian dan aspek hukum yang melatarbelakangi kontroversi ini.

Kronologi Kejadian

Peristiwa ini berawal dari iring-iringan mobil RI 36 yang dikawal polisi Patwal di kawasan Thamrin dan Sudirman pada rabu (08/01/25). Video yang memperlihatkan pengawalan tersebut viral di media sosial, memperlihatkan sikap arogan petugas Patwal yang menunjuk-nunjuk pengendara lain. Publik kemudian bereaksi keras, mempertanyakan apakah Raffi Ahmad, sebagai pemilik kendaraan tersebut, berhak mendapat hak prioritas di jalan.

Raffi Ahmad kemudian memberikan klarifikasi bahwa pada saat kejadian, mobil tersebut sedang kosong dan digunakan untuk mengambil dokumen. Pernyataan ini memicu kritik lebih lanjut, termasuk dari Ferry Irwandi, yang menilai bahwa klarifikasi tersebut menunjukkan ketidaksesuaian penggunaan fasilitas negara.

Hak Prioritas dan Pengawalan

Menurut Ferry, mobil RI 36 yang digunakan Raffi Ahmad sebagai Utusan Khusus Presiden memiliki hak untuk fasilitas pengawalan, sebagaimana diatur dalam Perpres 134 Tahun 2024. Namun, ia menekankan bahwa hak pengawalan tidak otomatis memberikan hak prioritas di jalan.

“Hak prioritas itu hanya berlaku untuk golongan tertentu, seperti Damkar, ambulans, dan pimpinan negara. Sedangkan pengawalan hanyalah perlindungan, bukan pengutamaan,” ujar Ferry.

Ia juga menyoroti celah dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa hak prioritas dapat diberikan untuk kepentingan tertentu dengan izin Kepolisian Republik Indonesia. Namun, Ferry mempertanyakan apakah penggunaan mobil tersebut benar-benar memenuhi kriteria tersebut.

Pelanggaran Lain yang Terjadi

Ferry juga mengungkap bahwa sesuai PP 43 Tahun 1993 Pasal 65 Ayat 3, pengawalan hanya bisa dilakukan jika pejabat yang dikawal berada dalam kendaraan tersebut. “Raffi Ahmad sendiri mengakui bahwa mobil itu kosong saat kejadian. Artinya, pengawalan itu melanggar aturan yang ada,” tambahnya.

Kritik terhadap Sistem dan Budaya

Selain membahas aspek hukum, Ferry juga mengkritik budaya yang menempatkan pejabat publik di atas masyarakat umum. Ia membandingkan fasilitas mewah yang diterima pejabat di Indonesia dengan negara-negara lain seperti Swedia, di mana pejabat publik diwajibkan menggunakan transportasi umum.

“Kemewahan ini sering menimbulkan pelanggaran. Kita butuh aturan yang lebih tegas untuk memastikan bahwa pejabat tidak menyalahgunakan fasilitas yang diberikan,” tegas Ferry.

Penutup

Ferry menutup pembahasannya dengan pesan reflektif. “Permintaan maaf Raffi Ahmad kepada pejabat terkait itu tidak cukup. Yang dirugikan adalah masyarakat umum yang terhambat di jalan. Ini harus jadi pelajaran untuk semua pihak,” tandasnya.

Dengan analisis ini, Ferry Irwandi mengajak publik untuk lebih kritis terhadap penggunaan fasilitas negara oleh pejabat publik dan memastikan bahwa aturan ditegakkan tanpa diskriminasi.

 

Editor: Aan

Penulis: Andri

Sumber: Youtube Ferry Irwandi

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *