Karawang, Lintaskarawang.com – Kepengurusan baru Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Masjid Agung Karawang atau dikenal juga sebagai Masjid Syekh Quro, yang terletak di Dusun Kaum, Kelurahan Karawang Kulon, Kecamatan Karawang Barat, menuai protes keras dari puluhan kiyai dan warga setempat.
Mereka menilai, proses pemilihan Ketua DKM baru yang digelar beberapa waktu lalu cacat secara aturan. Akibatnya, warga dan kiyai menegaskan tidak mengakui kepengurusan baru di masjid tertua di Jawa Barat tersebut.
Salah satu tokoh agama setempat, KH. Asep Hamidi, yang juga warga Kaum, mengungkapkan sejumlah kejanggalan dalam proses pemilihan Ketua DKM Masjid Agung Karawang. Ia menegaskan bahwa mekanisme yang dijalankan tidak sah dan bertentangan dengan hasil musyawarah sebelumnya.
“Pasca habis masa jabatan Acep Jamhuri sebagai Ketua DKM, seharusnya dibentuk tim formatur untuk melaksanakan pemilihan Ketua baru. Namun, Acep yang telah menjabat dua periode malah membentuk panitia secara sepihak,” ujar KH. Asep Hamidi saat ditemui di kediamannya, Jumat (14/2/2025).
KH. Asep yang juga pimpinan Yayasan Pendidikan At-Taubah Kaum menjelaskan, sebelum pembentukan panitia versi Acep Jamhuri, telah digelar musyawarah di Akhsaya Hotel Karawang. Musyawarah tersebut dihadiri perwakilan Pemkab Karawang, Kemenag, MUI, serta pengurus DKM, yang sepakat membentuk tim formatur sebagai panitia pemilihan.
“Karena Acep tidak hadir dalam musyawarah itu, dia kemudian membentuk panitia sendiri. Hasilnya, terpilihlah H. Ujang Mashudi sebagai Ketua DKM yang baru, tanpa melibatkan unsur pemerintah daerah,” jelas KH. Asep.
Ia juga menyoroti dalih Acep yang menyatakan Masjid Agung bukan milik Pemkab Karawang, sehingga pemilihan Ketua DKM tidak perlu melibatkan pemerintah. Padahal, menurut KH. Asep, masjid tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Pemkab, baik dari sisi sejarah maupun aset.
“Kami menolak DKM hasil pemilihan yang cacat ini. Acep seharusnya bisa membedakan antara Masjid Agung dan organisasi DMI (Dewan Masjid Indonesia). Pemkab jelas punya kontribusi besar terhadap masjid ini,” tegasnya.
KH. Asep juga mempertanyakan pelantikan kepengurusan baru yang dikabarkan digelar di luar Karawang, tepatnya di Garut, pada Jumat (14/2/2025). Menurutnya, hal itu semakin menambah tanda tanya besar di kalangan warga dan tokoh agama sekitar.
“Kami heran, kenapa pelantikannya di luar kota, padahal masjidnya di Karawang. Ini jadi salah satu alasan kami semakin tidak percaya,” imbuhnya.
Sebagai bentuk protes, puluhan kiyai dan warga kemudian mendatangi Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Karawang untuk menyampaikan aspirasi mereka. Mereka mendesak agar Kemenag turun tangan menyelesaikan polemik ini.
Audiensi itu diterima langsung oleh Kepala Kemenag Karawang, H. Sopian, pada Rabu (12/2/2025). Dalam pertemuan tersebut, para kiyai menegaskan keinginan agar Masjid Agung Karawang tetap menjadi simbol keagamaan yang netral dan bebas dari kepentingan politik.
“Kami tidak ingin Masjid Agung dibawa ke ranah politik. Masjid ini harus menjadi rumah ibadah umat muslim Karawang, tidak boleh diubah-ubah,” pungkas KH. Asep Hamidi. (***)