Karawang, Lintaskarawang.com – Masjid sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan seharusnya dijauhkan dari kepentingan pribadi maupun politik. Namun, munculnya polemik terkait kepengurusan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Agung Syekh Quro Karawang menimbulkan tanda tanya besar di kalangan jamaah.
Dalam surat terbuka yang ditulis oleh Asep Kurniawan, SH, warga kaum, beberapa kejanggalan terkait SK yang dikeluarkan oleh Ketua DKM mengenai penetapan Panitia Pemilihan Ketua DKM Agung Syekh Quro masa khidmat 2025-2029 dipertanyakan. Ia menyoroti beberapa hal, di antaranya masa jabatan yang dinilai tidak sesuai, penggunaan stempel yang tidak seharusnya, serta status hasil musyawarah jamaah yang telah disepakati sebelumnya.
1. Masa Khidmat dan Pertanggungjawaban Pengurus
Dalam surat terbuka tersebut, Asep Kurniawan mempertanyakan apakah benar masa khidmat 2025-2029 yang ditetapkan dalam SK tersebut. Sebab, kepengurusan DKM seharusnya telah demisioner sejak akhir tahun 2023. Jika demikian, bagaimana pertanggungjawaban pengurus dari 2023 hingga saat ini?
2. Kejanggalan Stempel
Selain itu, dalam dokumen yang beredar, terdapat penggunaan stempel Ikatan Remaja Masjid Agung, bukan stempel resmi DKM. Hal ini dinilai sebagai sebuah kesalahan yang tidak seharusnya terjadi pada tingkat pengelolaan masjid sebesar Masjid Agung Syekh Quro.
3. Keabsahan Hasil Musyawarah Jamaah
Musyawarah jamaah yang digelar pada 16 Januari 2025 melibatkan berbagai unsur masyarakat, termasuk warga sekitar, RT, RW, dan tokoh agama. Dalam musyawarah tersebut telah dibentuk tim formatur yang terdiri dari sembilan orang dari berbagai unsur, termasuk Kemenag, Pemda, MUI, serta tokoh masyarakat. Pertanyaannya, apakah keputusan musyawarah ini masih berlaku, atau justru diabaikan oleh pengurus saat ini?
4. SK Ketua DKM yang Dipertanyakan
Di sisi lain, Ketua DKM menerbitkan SK Nomor 100/SK/MASQK/1/2025 yang menetapkan panitia pemilihan Ketua DKM untuk periode 2025-2029. Namun, dasar hukum yang digunakan masih menjadi pertanyaan, mengingat dalam SK tersebut disebutkan bahwa hasil musyawarah pengurus DKM pada 23 Januari 2025 menjadi acuan, padahal sebelumnya telah ada musyawarah jamaah yang lebih luas pada 16 Januari 2025.
Seruan untuk Klarifikasi dan Transparansi
Menanggapi hal ini, meminta agar pihak DKM segera memberikan klarifikasi terbuka demi kemaslahatan umat dan menjaga kehormatan Masjid Agung Syekh Quro sebagai ikon keislaman di Karawang. “Jangan politisasi masjid,” tegasnya, mengingat masjid seharusnya menjadi tempat ibadah yang bersih dari kepentingan individu maupun kelompok tertentu.
Jamaah dan masyarakat Karawang pun menantikan kejelasan dari pihak DKM terkait permasalahan ini, agar tidak terjadi perpecahan di antara umat. Kejelasan mengenai legalitas kepengurusan dan mekanisme pemilihan Ketua DKM diharapkan dapat segera diberikan secara transparan.