Bandung, lintaskarawang.com – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Barat berhasil mengungkap dugaan tindak pidana *Identity Theft* atau pencurian identitas yang dilakukan melalui jaringan internet oleh Unit III Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jabar. Pengungkapan ini dilakukan pada hari Kamis, 29 Agustus 2024, sekitar pukul 13.00 WITA.
Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Pol Jules Abraham Abast, S.I.K, dalam konferensi pers yang digelar di Mapolda Jabar pada Rabu (4/9/2024), menjelaskan bahwa kasus ini diungkap berdasarkan Laporan Polisi nomor LP/B/330/VIII/2024/SPKT/Polda Jawa Barat. Kasus ini terkait penyalahgunaan identitas dengan modus mengaku sebagai penyedia jasa seksual melalui *Video Call Sex* (VCS) dan *Open Booking Online* (Open BO).
Kombes Jules menyebut bahwa tersangka memanipulasi korban dengan berpura-pura sebagai penyedia layanan seksual atas nama “Borison Management”. Tersangka memanfaatkan identitas palsu untuk mendapatkan keuntungan materi dari pelapor, yang kemudian mengalami kerugian.
“Kronologis kejadian berawal pada 21 Juli 2024, ketika korban mendapat tawaran melalui grup Telegram bernama ‘Open BO Jabodetabek’. Korban tertarik dengan tawaran *Video Call Sex* yang diajukan akun bernama Ratna,” ujar Jules.
Korban kemudian mentransfer dana awal sebesar Rp50.000 ke rekening milik tersangka. Selanjutnya, korban kembali diminta mentransfer sejumlah uang oleh pihak yang mengaku sebagai agen penyedia layanan tersebut. Total kerugian korban mencapai sekitar Rp38 juta akibat penipuan yang dilakukan secara bertahap.
“Penyelidikan menemukan bahwa ada empat tersangka, yaitu MML, S, BA, dan MFAN. Mereka merupakan warga binaan Rutan Kelas 2B Balikpapan. Masing-masing memiliki peran, dari berpura-pura sebagai agen hingga pengelola akun Telegram,” tambahnya.
Tersangka pertama dan kedua merupakan warga binaan yang bertindak sebagai agen manajemen dan pemilik akun Telegram “Ratna”. Tersangka ketiga, berinisial BA, bertindak sebagai *accounting*, sementara tersangka MFAN berperan sebagai staf administrasi dari kelompok tersebut.
Polisi telah memeriksa enam saksi dan dua saksi ahli, serta menyita barang bukti berupa telepon genggam, akun WhatsApp, rekening bank, dan file rekaman suara sebagai bukti transaksi penipuan.
“Para tersangka dijerat dengan Pasal 51 Jo Pasal 35 UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar,” pungkas Kombes Jules. (Burhan)