Karawang, Lintaskarawang.com – Proyek pembangunan atau rehabilitasi gedung Kantor Kecamatan Pedes yang menelan anggaran Rp 3,226 miliar dari APBD Kabupaten Karawang Tahun 2025 menuai sorotan publik.
Pasalnya, sejumlah pekerja di lokasi proyek kedapatan tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja. Pemandangan tersebut memunculkan dugaan kuat adanya kelalaian fatal dan lemahnya pengawasan dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Karawang selaku penanggung jawab kegiatan.
Ironis, proyek pemerintah yang seharusnya menjadi contoh penerapan standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) justru terlihat seperti pekerjaan liar tanpa aturan. Para pekerja tampak beraktivitas tanpa helm, sepatu safety, maupun rompi pelindung. Tak terlihat pula keberadaan petugas pengawas lapangan dari DPUPR yang semestinya memastikan pelaksanaan pekerjaan sesuai aturan K3.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Diketahui, proyek tersebut dikerjakan oleh PT Cemerlang Bangun Perkasa Sejahtera dengan masa pelaksanaan 180 hari kalender. Namun, papan proyek yang mencantumkan DPUPR Karawang sebagai penanggung jawab tampak tidak sejalan dengan realitas di lapangan yang minim pengawasan.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris DPD Gerakan Militansi Pejuang Indonesia (GMPI) Karawang, Anggadita, mengecam keras lemahnya fungsi pengawasan dari DPUPR Karawang.
“Ini bukan proyek kecil. Nilainya miliaran rupiah dari uang rakyat! Tapi pelaksanaannya seperti proyek tanpa aturan. Pekerja tidak memakai APD. Jangan-jangan para pekerja juga tidak dicover jaminan BPJS-nya, dan penggunaan listriknya pun patut dipertanyakan. DPUPR Karawang di mana? Jangan cuma bisa tanda tangan kontrak dan seremonial, tapi di lapangan nihil pengawasan!” tegas Anggadita pada Sabtu (18/10/2025).
Ia menilai kondisi di lapangan mencerminkan kelalaian struktural, bukan sekadar kesalahan teknis semata.
“Kalau hal mendasar seperti keselamatan kerja saja diabaikan, bagaimana publik bisa percaya proyek itu sesuai spesifikasi dan aturan?” ujarnya.
Selain aspek keselamatan kerja, Anggadita juga menyoroti dugaan penggunaan listrik ilegal di lokasi proyek. Menurutnya, aliran listrik yang digunakan diduga bukan berasal dari sambungan resmi proyek, melainkan memanfaatkan jaringan warga sekitar tanpa izin dan tanpa kejelasan tagihan.
“Kalau benar listriknya bukan dari sambungan resmi proyek, ini bukan hanya pelanggaran etika kerja, tapi bisa masuk ranah hukum karena menyangkut penyalahgunaan fasilitas publik,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak DPUPR Karawang, pengawas dinas, maupun pelaksana proyek belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan klarifikasi resmi terkait temuan tersebut. (LK)

















