Bekasi, Lintaskarawang.com – Tanah bantaran yang terbentuk secara alami akibat pengendapan di sepanjang Kali Cibeet kini menjadi sorotan. Proses pengendapan ini berlangsung selama bertahun-tahun akibat banjir, menyebabkan timbunan tanah dan perubahan fisik aliran sungai. Namun, peristiwa alami ini diduga dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperjualbelikan tanah bantaran pada saat pembebasan lahan di Desa Labansari, Kecamatan Cikarang Timur, Kabupaten Bekasi, sekitar tahun 2017 hingga 2018. Kamis (03/10/2024).
Ketika pembebasan lahan untuk proyek besar seperti Meikarta berlangsung, muncul kabar mengenai dugaan jual beli tanah bantaran Kali Cibeet. Hal ini telah menjadi perbincangan luas di masyarakat setempat. Berdasarkan data, sekitar 447 bidang tanah di Desa Labansari telah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan terkait. Dari investigasi tim, ditemukan dugaan bahwa beberapa bidang tanah bantaran Kali Cibeet juga telah dikuasai oleh perusahaan, salah satunya berbatasan dengan lahan milik seorang warga berinisial H.S.
Informasi lain menyebutkan bahwa pada tahun tersebut, lima perusahaan memperoleh izin lokasi pembebasan lahan, yang kini menguasai 1800 hektar tanah di tiga desa di Kecamatan Cikarang Timur dan Cikarang Pusat. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT. Mega Profita Abadi, PT. Trimulya Utama Sukses, PT. Kencana Kemilau Bintang, PT. Panca Surya Energi, dan PT. Mitra Karisma Luhur.
Beberapa sumber yang dikonfirmasi mengakui adanya dugaan jual beli tanah bantaran, namun sulit untuk dibuktikan secara langsung. “Hanya pihak-pihak tertentu yang mengetahui proses tersebut, dan mungkin pemerintah desa yang terkait lebih paham karena adanya dokumen-dokumen resmi dalam transaksi jual beli tanah,” ungkap salah satu sumber.
Seorang warga yang identitasnya enggan disebutkan mengungkapkan, “Pembebasan lahan itu terjadi pada 2017 hingga awal 2018, harga tanah saat itu berkisar dari yang rendah hingga mencapai Rp190.000 per meter. Bahkan hanya dengan fotokopi SPPT, tanah bisa langsung di-DP,” jelasnya.
Mengenai tanah bantaran yang diperjualbelikan, ia menambahkan bahwa rumor ini memang telah beredar di kalangan masyarakat tertentu. “Kabar itu memang ada, tapi tanpa bukti data yang jelas kita tidak bisa asal menuduh. Menurut warga, memang ada jual beli tanah di sepanjang pinggiran Kali Cibeet, tapi hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya,” tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, tim investigasi masih berusaha mencari sumber tambahan untuk memperkuat temuan yang ada.
Terkait dugaan jual beli tanah bantaran Kali Cibeet di Desa Labansari, Cikarang Timur, ada beberapa dasar hukum yang dapat menjadi rujukan. Secara umum, tanah bantaran atau tanah yang berada di sepanjang aliran sungai merupakan aset negara yang diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, seperti:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) – Mengatur bahwa tanah yang berada di kawasan sepanjang aliran sungai termasuk dalam tanah negara, dan pemanfaatannya harus sesuai dengan aturan perundang-undangan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai – Pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa bantaran sungai adalah ruang sepanjang kiri dan kanan sungai, yang berfungsi sebagai pengamanan atau perlindungan terhadap aliran air dan lingkungan di sekitar sungai. Penggunaan bantaran sungai untuk kegiatan tertentu memerlukan izin dari pemerintah atau otoritas terkait.
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan – Tanah di sekitar bantaran sungai bisa juga dianggap sebagai kawasan hutan atau konservasi yang tidak boleh diperjualbelikan, kecuali ada izin khusus dari pemerintah.
Jika dugaan jual beli tanah bantaran terbukti, maka tindakan tersebut bisa melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Pemerintah daerah dan instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya melakukan pengawasan ketat dan verifikasi terhadap dokumen-dokumen kepemilikan tanah di kawasan tersebut untuk memastikan legalitasnya.
(Red/AF)