Karawang, lintaskarawang.com – Ditengah proses perubahan fungsi kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi, ratusan tegakan pohon di kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana dibabat. Selanjutnya, lahan terbuka di tengah hutan Sanggabuana yang dibabat oleh oknum warga ini berubah menjadi kebun kopi.
Temuan ratusan tegakan pohon hutan di kawasan Pegunungan Sanggabuana, Jawa Barat yang dibabat ini dilaporkan oleh Tim “Sanggabuana Javan Gibbon Expedition” (SJGE) yang dibentuk oleh Sanggabuana Conservation Foundation (SCF), Denharrahlat Kostrad, dan Astra Otopart. Temuan ini dilaporkan oleh Tim SJGE pada Senin, 2 September 2024. Tim SJGE sendiri sejak 31 Juli 2024 sedang melakukan Ekspedisi di kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana seluas 16.500 hektar untuk melakukan survey populasi satwa langka endemik jawa yang dilindungi, yaitu Owa Jawa (Hylobates moloch).
Annisa Sutarno, Program Manager Tim SJGE dari SCF mengatakan bahwa temuan perusakan hutan oleh oknum masyarakat ini dilaporkan oleh Tim Alfa dan Tim Beta, dua tim dari SJGE yang melakukan pendataan di hutan selama 40 hari. Temuan perusakan hutan ini didata oleh anggota tim Alfa dan tim Beta, baik koordinat, luasan, dan juga foto serta video di lokasi.
“Dari laporan Tim Ekspedisi, penebangan pohon ini berada di tengah hutan yang masuk wilayah Karawang, Purwakarta, dan Bogor. Di wilayah hutan Cianjur yang relatif aman. Penebangan dilakukan langsung, ada juga yang dikupas kambiumnya duu supaya kering dan mati. Lalu setelah kering, ditebang dan berganti tanaman kopi.” Ucap anggota Sanggabuana Wildlife Ranger ini.
“Setelajh mendapat laporan dari Tim Ekspedisi, Tim kemudian melakukan ground check ke lapangan, dan terbukti banyak tegakan yang ditebang dan berganti kopi. Satu blok hutan yang dibabat dan berganti kopi luasannya bervariatif, ada yang sekitar 5000 meter bahkan ada yang lebih dari 1 hektar.” Tambah Annisa.
Menyikapi temuan ini, Annisa menyampaikan langsung melaporkan ke Ketua LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) di sekitar kawasan hutan, termasuk ke Ketua LMDH Jawa Barat, Nace Permana. “Namun setelah data dari tim lengkap, kami akan melaporkannya secara resmi ke Perum Perhutani, dan rencananya akan mendorong untuk dilakukan proses hukum sesuai dengan Pasal 12 Undang Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.”
Annisa menambahkan bahwa, pada tahun lalu, beberapa oknum masyarakat yang melakukan penebangan tegakan hutan ini pernah dipanggil oleh perangkat desa, LMDH, dan juga Perum Perhutani untuk diedukasi dan diberi sanksi untuk menanam ribuan pohon di hutan. Tapi tahun ini ternyata jumlah pohon yang ditebang tambah banyak, dan ditengah hutan dengan keanekaragaman tinggi hutannya tetap dibabat habis dan dijadikan kebun kopi.
Seperti diketahui, kawasan Pegunungan Sanggabuana menyimpan keanekaragaman hayati yang tinggi. Hasil pendataan yang dilakukan oleh SCF sejak tahun 2020 ditemukan 339 satwa liar di Sanggabuana. Dari 339 jenis satwa liar ini, 41 diantaranya adalah satwa dilindungi yang masuk dalam Permen 106/2018. Selain satwa langka, kawasan Pegunungan Sanggabuana juga mempunyai 339 titik mata air yang hampir separohnya merupakan penyumbang debit air Waduk Jatiluhur di Purwakarta. Dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Menteri LHK pada tanggal 22 September 2021, KLHK dan Komisi IV DPR RI menyepakati perubahan fungsi kawasan hutan Pegunungan Sanggabuana menjadi kawasan konservasi berupa Taman Nasional.
Dalam Pasal 12 Undang Undang No. 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, Setiap orang dilarang:
A. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan;
B. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang;
C. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah;
Sedangkan Sanksi Pidana dalam Pasal Pasal 82 Undang-Undang tersebut pada Ayat (1) disebut bahwa Orang perseorangan yang dengan sengaja:
A. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a;
B. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b; dan/atau
C. Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
Sementara itu, Nace Permana, Ketua LMDH Jawa Barat menyayangkan pembabatan hutan di Sanggabuana ini. Nace menyatakan bahwa fungsi hutan bukan hanya ekonomi, masyarakat berhak mendapatkan manfaat ekonomi dari hutan, tapi yang lebih penting terutama di kelerengan tertentu yang harus dijaga fungsi ekologisnya, karena hutan selain mempunyai fungsi ekologi dan ekonomi juga mempunyai fungsi sosial. “Maka tidak heran kalau di Tegalwaru dan Pangkalan di hutan pas musim kemareu justru kekeringan, karena hutannya digunduli. Betul secara manfaat mereka mendapat manfaat ekonomi dari kopi, tapi jangan salah ada yang lebih penting untuk menyelamatkan hidup orang banyak dengan ditanami pohon pohon yang menjadi sumber air dan mencegah erosi.” Tutur Nace.
Nace menambahkan bahwa jika masyarakat dengan dalil ekonomi bertindak merusak hutan maka suatau saat bencana terus menerus akan datang. Jadi berbicara konservasi, bukan untuk hari ini dinikmati, tapi untuk lima atau sepuluh tahun kedepan. “Apalagi hari ini kita sedang gencar berbicara Gunung Sanggabuana sebagai Taman Nasional.
Terkait proses hukum, Nace menekankan untuk masyarakat yang sudah diedukasi, sudah dikasih sanksi ringan dan tetap merambah hutan dengan menebang tegakan untuk diproses hukum, dan biar pengadilan yang menilai dan memutuskan apakah masyarakat bersalah atau tidak. Karena kepentingan umum lebih penting daripada kepentingan pribadi sekelompok petani kopi yang merusak hutan. “Sebagai ketua LMDH Jawa Barat saya menilai, ketika masyarakat yang salah dan sudah tidak bisa diingatkan ya apa boleh buat, biar hukum yang mengurus.” Tegas Nace
(Red)