Subang, Lintaskarawang.com – Seorang pengrajin mainan kayu asal Kampung Cihuni, Desa Cimayasari, Kecamatan Cipeundeuy, Kabupaten Subang, tengah berjuang menghadapi keterbatasan modal di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Pupung, demikian ia akrab disapa, memulai usaha kerajinan miniatur kendaraan roda empat dari limbah kayu, triplek, dan bahan-bahan kayu lainnya, berkat ketekunannya mengolah limbah yang awalnya hanya untuk mengisi waktu luang.
Pupung mampu menciptakan karya-karya luar biasa, seperti miniatur truk, bis, minibus, dan jeep yang menyerupai bentuk aslinya. Setiap bulan, ia mampu memproduksi 10 hingga 20 unit miniatur kendaraan tersebut, yang semuanya memiliki nilai estetika dan kualitas yang tinggi. Namun, tantangan terbesar yang dihadapinya adalah modal usaha yang terbatas, terutama di tengah merosotnya ekonomi yang turut mempengaruhi usahanya.
Keterbatasan modal tidak hanya membuatnya kesulitan untuk memenuhi pesanan, tetapi juga menghambat pertumbuhan usahanya. Padahal, beberapa waktu lalu, Pupung menerima pesanan dari seorang teman di Malaysia untuk memproduksi 50 unit miniatur kendaraan setiap bulannya. Namun, karena minimnya alat dan modal, Pupung terpaksa menolak pesanan tersebut, meskipun itu merupakan peluang besar bagi kemajuan usahanya.
“Saya sangat sedih, karena harus menolak pesanan dari teman di Malaysia. Padahal ini bisa menjadi peluang besar bagi saya untuk lebih maju. Namun, apa daya, keterbatasan modal dan minimnya alat menjadi kendala utama,” ujar Pupung saat ditemui oleh awak Media Lintaskarawang.com di rumahnya.
Meskipun menghadapi berbagai kendala, Pupung tetap bersemangat dalam menjalankan usahanya. Selain membuat miniatur kendaraan, ia juga sering menerima pesanan untuk merenovasi berbagai barang dari kayu, seperti badan mesin jahit. Kemampuannya dalam membuat miniatur kendaraan dengan detail yang bagus dan kualitas yang kuat telah diakui oleh para pelanggannya, baik dari dalam maupun luar Kampung Cihuni.
Harga miniatur kendaraan yang dihasilkan oleh Pupung bervariasi, tergantung pada tipe dan ukuran kendaraan. Untuk miniatur truk, harganya berkisar antara Rp150.000 hingga Rp300.000, sementara untuk miniatur bis, harganya antara Rp 200.000 hingga Rp 400.000. Meskipun demikian, modal yang terbatas tetap menjadi penghalang utama bagi Pupung untuk memperluas usahanya dan memenuhi pesanan dalam jumlah besar.
Kondisi hidup Pupung yang tinggal sendiri tanpa pendamping menambah keprihatinan akan nasibnya. Namun, ia tetap optimis dan penuh semangat dalam menghadapi tantangan yang ada. “Semoga ada pengusaha yang mau membantu saya untuk mengembangkan usaha ini. Saya yakin, dengan bantuan yang tepat, usaha ini bisa lebih maju dan berkembang,” harap Pupung.
Semoga perhatian dari pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap usaha kecil menengah dapat membantu Pupung untuk terus berkarya dan mendongkrak ekonomi keluarganya, serta menjadi inspirasi bagi pengrajin lain di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini. (Abie FU)