Karawang, Lintaskarawang.com – Sore itu, beberapa wisatawan bersembunyi dalam lindungan paranet dan jaring kamuflase. Beberapa memperhatikan layar dari kamera digitalnya. Bagus dan Wira yang merupakan kameramen dari Dehakims, tersenyum gembira ketika melihat layar kamera digitalnya yang memutar gambar induk burung jenis elang sedang menyuapi kedua anaknya dengan daging segar.
Jaring kamuflase ini dipakai oleh mereka untuk berlindung dari hujan dan panas sekaligus untuk bersembunyi dari satwa-satwa liar yang melintas supaya tidak terlihat dan tidak mengganggu. Dengan bersembunyi di lindungan kamuflase mereka bisa dengan leluasa mengamati perilaku satwa yang ada dengan nyaman, dan satwanya juga tidak merasa terganggu dengan keberadaan manusia.
Bagus dan Wira datang dari Jakarta ke salah satu kampung di lereng Pegunungan Sanggabuana untuk mengejar momen menarik ini setelah mendapat info dari Sanggabuana Wildlife Ranger. Kameramen channel Youtube Irfan Hakim ini rela menempuh perjalanan jauh dari Jakarta demi momen langka di Sanggabuana, untuk mengamati perilaku alami burung di habitat aslinya. Lokasi sarang berisi anak burung elang ini berada di sebuah kebun di pinggiran hutan di sebuah kampung di lereng Sanggabuana, Jawa Barat.
Dua hari berikutnya, Jean Benen presenter Jejak Petualang Trans 7 juga mendatangi lokasi yang sama untuk melakukan pengamatan atraksi menarik ini bersama tim Jejak Petualang Trans 7. Jean dan kru Jejak Petualang harus sabar menunggu sampai mendekati matahari tenggelam sampai induk pulang dan menyuapi dua anak elang yang menunggu seharian di sarang.
Jika dulu masyarakat di lereng Sanggabuana ada yang memburu burung, terutama anak-anak burung langka untuk dijual, sekarang mereka memburu untuk tujuan lain. Sarang burung yang berisi anak burung di sekitaran Sanggabuana sekarang dicari untuk dijadikan obyek wisata minat khusus.
Di salah satu desa di Kecamatan Sukasari, Kabupaten Purwakarta yang berada di lereng Pegunungan Sanggabuana, pada Jum’at, 23 Februari 2024, beberapa wisatawan minat khusus mendatangi kampung Cisaat untuk mekakukan wisata pengamatan burung atau birdwatching. Obyeknya adalah sarang burung elang jambul (Accipiter trivirgatus) atau elang alap jambul dan beberapa jenis burung lain.
Uniknya, sarang burung elang jambul ini berisi anak elang jambul yang baru berumur kira-kira satu bulan. Jadi wisatawan bisa menunggu dan mengamati induk elang jambul yang pulang dan membawa mangsanya untuk menyuapi anaknya. Sarang burung ini dijaga oleh masyarakat, terutama pemilik kebun sampai anak-anak elang ini bisa terbang bebas. Para wisatawan yang datang dan menikmati atraksi perilaku burung ini kemudian membayar donasi kepada masyarakat yang menjaga anak burung.
Komarudin dan Eka Marhadi dari Sanggabuana Conservation Foundation (SCF) secara berkala mendatangi masyarakat di sekitaran kawasan Pegunungan Sanggabuana untuk mengedukasi masyarakat supaya menjaga sarang burung. Masyarakat yang biasa memburu anak-anak burung untuk dijual sekarang mengalihkan temuan sarang berisi anak burung untuk dijadikan obyek wisata minat khusus.
Anak burung yang biasa dijual Rp 100.000 dengan dijual sebagai obyek wisata minat khusus bisa mendatangkan penghasilan 10-20 kali lipat. Dan tentu saja, satwa-satwa yang ada menjadi lebih lestari dan populasinya bertambah banyak.
Selain ikut menikmati wisata minat khusus ini, para wisatawan juga bisa melakukan adopsi sarang di kawasan Pegunungan Sanggabuana. Bedanya, adopsi sarang ini tidak kemudian membawa pulang anak-anak burungnya, tetapi membiarkan sarang berisi anak burung dijaga masyarakat, dan mereke membayar donasi untuk masyarakat menjaga dan monitoring perkembangan anak-anak burung yang ada.
Mokhamad Arifin, Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Kecamatan Sukasari yang juga Koordinator Mitra Ranger Purwakarta mengatakan bahwa peralihan masyarakat dalam berburu burung, dari yang sebelumnya berburu untuk dijual menjadi berburu untuk dimanfaatkan sebagai obyek wisata minat khusus ini merupakan peralihan yang positif. “Jadi satwanya terjaga dan populasi bertambah, dilain pihak masyarakat mendapat manfaat ekonomi yang lebih besar daripada memburu satwa untuk dijual.” Terang Arifin.
Arifin juga mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh masyarakat Sukasari ini merupakan bagian dari upaya konservasi di Sanggabuana. “Sesuai dengan prinsip pengelolaan hutan yang baik, ekologi, sosial, dan ekonomi, bukan dibalik dengan menempatkan ekonomi di atas, tetapi lebih mengutamakan ekologinya, maka manfaat ekonomi akan mengikuti. Ini akan menjadi contoh untuk masyarakat yang lain, kalau menjaga alam maka alam akan bisa memberikan kehidupan kepada kita.” Tambah Arifin.
Arifin menambahkan dengan adanya jenis wisata baru ini, yaitu obyek wisata minat khusus berupa pengamatan satwa di habitat aslinya ini mampu mendorong gairah pariwisata di Sukasari. “Tapi memang akses ke Sukasari masih sedikit menjadi kendala, jadi kami harap kepada Pemkab atau pemprov untuk membantu memikirkan aksesibilitas ini supaya bisa meningkatkan perekonomian dari pariwisata di Sukasari.” Tutup Arifin. (Redaksi)