Karawang, Lintaskarawang.com -Program bantuan pemerintah untuk revitalisasi satuan pendidikan kembali menuai sorotan tajam. Kali ini, proyek Revitalisasi Pembangunan Ruang UKS dan Ruang Perpustakaan SDN Jayamakmur I, Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang, menjadi bahan perbincangan publik lantaran diduga dikerjakan secara asal-asalan dan tidak sesuai standar teknis konstruksi.
Berdasarkan data yang diperoleh redaksi, proyek tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, dengan nilai bantuan mencapai Rp377.000.000 (Tiga Ratus Tujuh Puluh Tujuh Juta Rupiah). Pekerjaan ini dilaksanakan oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) SDN Jayamakmur I dengan jangka waktu pelaksanaan selama 90 hari kalender, terhitung Oktober hingga Desember 2025.
Namun, di lapangan muncul berbagai temuan yang memicu kritik tajam dari masyarakat setempat. Pada bagian pondasi bangunan, tampak jelas hasil pengecoran yang kopong dan diduga minim campuran semen. Kondisi tersebut menimbulkan kekhawatiran serius terhadap kekuatan struktur yang menjadi tumpuan bangunan baru tersebut.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Saat dokumentasi berupa video dan foto ditunjukkan kepada Fredi, seorang pengusaha sekaligus ahli konstruksi, ia mengungkapkan bahwa proses pengecoran dilakukan tanpa menggunakan alat vibrator, sehingga campuran beton tidak merata dan tidak padat sempurna.
“Itu pondasinya kopong karena waktu dicor tidak pakai vibrator. Setelah itu cuma diplester biar kelihatan rapi. Padahal kalau dites tekan, pasti ketahuan hasilnya lemah,” ujar Fredi menanggapi hasil dokumentasi tersebut.
Lebih lanjut, Tedi juga menjelaskan bahwa campuran adukan semen yang digunakan terlihat tidak sesuai takaran ideal. “Biasanya campuran semen 1 banding 2 ember pasir. Tapi di lapangan seperti lebih banyak pasirnya, jadi adonannya lembek dan tidak kuat,” tambahnya.
Menurut pedoman teknik konstruksi, campuran standar semen, pasir, dan kerikil (split) untuk beton kolom adalah 1:1,5:2,5 atau 1:1,5:3 untuk memperoleh kekuatan tinggi. Sementara campuran 1:2:3 hanya menghasilkan mutu sedang dan umumnya digunakan untuk pekerjaan non-struktural.
Rasio 1:1,5:2,5 direkomendasikan untuk kolom dan balok yang membutuhkan kekuatan ekstra dalam menahan beban. Penggunaan perbandingan yang tidak tepat, apalagi tanpa rangka besi penguat yang optimal, dapat membuat beton menjadi rapuh, retak, bahkan berpotensi roboh dalam jangka waktu singkat.
“Campuran yang tidak sesuai standar itu sangat berisiko. Beton bisa rapuh dan tidak mampu menahan beban struktural. Apalagi kalau pondasi sudah kopong, harusnya segera dibongkar dan dicor ulang,” tegasnya.
Ia menilai, jika kualitas pekerjaan tidak segera diperbaiki, maka proyek tersebut bisa membahayakan keselamatan siswa dan guru ketika bangunan mulai digunakan.
“Kalau pondasinya saja sudah kopong, ini wajib dibongkar dan dicor ulang. Jangan tunggu sampai roboh baru bertindak,” ujarnya.
Proyek yang sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sarana pendidikan justru dinilai berpotensi mencoreng citra program Revitalisasi Satuan Pendidikan Tahun 2025. Publik menilai, pengawasan dari pihak terkait masih lemah dan perlu ditingkatkan.
Selain itu, Ia juga mendesak agar dilakukan uji tekan beton (compressive test) untuk memastikan kekuatan struktur sesuai dengan spesifikasi teknis. Langkah ini dianggap penting agar dana ratusan juta rupiah dari APBN tidak sia-sia akibat pekerjaan yang asal jadi dan tidak berdaya guna.
“Jangan sampai proyek bantuan pemerintah ini hanya jadi ajang formalitas. Uang negara yang besar harus menghasilkan bangunan yang kokoh, aman, dan bermanfaat bagi anak-anak sekolah,” pungkasnya. (LK)

















